Minggu, 23 Maret 2014

komunikasi bisnis yang effektif dan effisien

Komunikasi yang effektif dalam dunia bisnis merupakan hal paling esensial guna bertahan dan mendapatkan kemajuan. Adalah fakta bahwasannya komunikasi yang sukses adalah dasar dari sebuah hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, antara pekerja dan manajemen, dan antara pelanggan dan penjual. Sistem komunikasi yang baik dan efisien akan membantu koordinasi yang lebih baik serta kontrol yang efisien. Sistem komunikasi yang baik menghasilkan pemahaman yang jelas, produksi yang baik, dan iklim yang sehat dalam sebuah organisasi.
Komunikasi bisnis tidak hanya mencakup komunikasi dengan kontak diluar, tetapi juga komunikasi dengan para pekerja dalam sebuah perusahaan, jika itu terlaksana maka akan sangat membantu perusahaan anda terorganisir dengan baik. Komunikasi bisnis yang effektif mungkin direpresntasikan kepada seorang manajer bisa memotivasi para pegawai, memberikan rekomendasi dan masukan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas dalam bisnis.
Kemampuan berkomunikasi yang effektif mutlak harus dimiliki bagi seorang pebisnis. Seorang yang cerdas belum tentu cerdas dalam mengkomunikasikan pesan-pesannya kepada orang lain. Menciptakan dan mendatangkan ide itu hal yang umum, akan tetapi kemampuan untuk mengkonversikannya menjadi sebuah presentasi yang mudah dipahami, tidak semua orang bisa. Memiliki pengetahuan tentang komunikasi yang effektif baik secara verbal maupun tulisan adalah aset bagi seorang komunikator. Komunikasi yang bisa dipahami dan direspons dengan baik akan membawa bisnis seseorang menuju gerbang kesuksesan.

http://ayuprint.co.id/komunikasi-bisnis-yang-effektif-dan-efisien/

komunikasi bisnis

Komunikasi bisnis adalah pertukaran gagasan, pendapat, informasi, instruksi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal atau impersonal melalui simbol-simbol atau sinyal.[rujukan?]
Komunikasi bisnis melibatkan pertukaran informasi yang terus-menerus. Lebih banyak bisnis diperluas, lebih besar tekanannya pada bisnis tersebut untuk menemukan cara komunikasi yang lebih efektif – bersama para pekerja dan dengan dunia di luar. Dengan demikian, bisnis dan komunikasi berjalan bergandengan tangan.
Dalam komunikasi bisnis terdapat enam unsur pokok, yaitu:
·         Memiliki tujuan, artinya komunikasi bisnis harus memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya sejalan dengan tujuan organisasi.[rujukan?]
·         Pertukaran, dalam hal ini melibatkan paling tidak dua orang atau lbih yakni komunikator dan komunikan.[rujukan?]
·         Gagasan, opini, informasi, instruksi merupakan isi dari pesan yang bentuknya beragam tergantung tujuan, situasi, dan kondisinya.[rujukan?]
·         Menggunakan saluran personal atau impersonal yang mungkin bersifat tatap muka, menggunakan media tertentu atau melalui media yang menjangkau jutaan orang secara bersamaan.[rujukan?]
·         Menggunakan simbol atau sinyal yang merupakan alat atau metode yang dapat dimengerti atau dipahami oleh penerima untuk menyampaikan pesan.[rujukan?]
·         Pencapaian tujuan organisasi: salah satu karakteristik yang membedakan organisasi atau lembaga formal dari informasi adalah adanya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh manajemen.[rujukan?]*



obama kirim pasukan ke ukraina

Para legislator Amerika Serikat mendesak pemerintahan Presiden Barack Obama didesak mengirimkan sejumlah kecil pasukan dan peralatan militer ke Ukraina. Pasukan dan peralatan itu dinilai akan membantu Ukraina menghadapi Rusia yang mulai mengumpulkan tentaranya di perbatasan timur Ukraina. 

"Anda dapat memberiakn bantuan militer non-tempur yang memungkinkan mereka (Ukraina) membela diri," kata Ketua Komite Intelijen DPR Amerika Serikat, Mike Rogers, dalam wawancara "Meet the Press" di NBC, Minggu.

Selain itu, Rogers mendesak pula Obama mengirimkan pasokan medis, peralatan radio, dan sistem persenjataan pertahanan. Anggota Kongres asal Michigan ini memberikan catatan bahwa dia bukan berarti mendukung pengiriman pasukan Amerika untuk menghadapi Rusia yang sudah "merebut" Crimea dari Ukraina.

Sebelumnya, wakil penasihat keamanan nasional Tony Blinken, dalam wawancara dengan CNN, mengatakan bahwa pemerintahan Obama sedang mempertimbangkan setiap permintaan bantuan dari Ukraina, termasuk kemungkinan bantuan militer. 

Namun, imbuh Bilnken, efektifitas pengiriman bantuan juga menjadi pertimbangan tak kalah penting. "(Seperti) fakta bahwa jika bantuan itu dikirim ke Ukraina tetap tak akan mengubah perhitungan Rusia atau mencegah invasi."

Sementara itu, Senator Dick Durbin dari Partai Demokrat asal Illinois, mengatakan dalam wawancara "Face the Nation" di CBS, pengiriman senjata ke Ukraina tidak boleh dikesampingkan. Untuk saat ini, ujar dia, bantuan sudah dikirimkan ke Ukraina berupa bahan bakar, peralatan lapangan, dan makanan untuk para tentara Ukraina yang lumpuh selama peralihan kekuasaan di negara itu. 

Adapun Senator dari Partai Republik, Kelly Ayote, mengatakan dalam wawancara CBS tersebut bahwa Ukraina sudah meminta bantuan persenjataan ringan dari NATO. Menurut dia, Amerika Serikat harus mengirimkan bantuan peralatan komunikasi dan bantuan teknis untuk Ukraina sembari menambah sanksi ekonomi bagi Rusia. 

Ayote yang membidangi masalah angkatan bersenjata di Senat menyebut Putin sebagai pengganggu. "Dan pengganggu hanya mengerti ketika kita pukul tepat di hidungnya. Namun, kita perlu melakukannya lewat (cara) ekonomi (karena) itu langkah terkuat kita sekarang," ujar senator asal New Hampshire ini. 

Veteran legislator asal Oklahoma dari Partai Republik, Tom Cole, dalam wawancara "This Week" di stasiun televisi ABC menyarankan Amerika menekan Rusia dengan melanjutkan pembicaraan pengembangan pertahanan rudal di Eropa Timur. 

"Jika Anda benar-benar ingin menarik perhatian mereka... Buka kembali negosiasi dengan Polandia dan Cekoslovakian tentang pertahanan anti-rudal balistik. Itu satu kartu yang saya pikir harus kita mainkan untuk benar-benar membangunkan mereka (yang ada) di Moskwa," kata Cole.

http://internasional.kompas.com/read/2014/03/24/0126129/Obama.Didesak.Kirim.Pasukan.ke.Ukraina?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

mahfud sindir SBY tinggalkan utang berlipat-lipat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI Mahfud MD melontarkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menyebut, SBY meninggalkan utang berlipat-lipat yang sulit untuk dilunasi oleh pemerintahan setelahnya.

"Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita Rp 1.850 triliun, sementara utang kita Rp 2.400 triliun. Ini nantinya bisa rawan menimbulkan ledakan sosial," kata Mahfud di Semarang, Minggu (23/3/2014). 

Selain itu, SBY juga meninggalkan sisa birokrasi yang tidak baik sehingga potensi korupsinya bisa mencapai Rp 7.000 triliun. 

Namun, dia mengakui, demokrasi di bawah kepemimpinan SBY berhasil tumbuh dengan baik. Sayangnya, kemiskinan dan korupsi masih merajalela di bumi Indonesia. 

"Kemiskinan tumbuh, apalagi korupsi. Itu karena di bawah pemerintahan SBY tak ada yang berani sungguh-sungguh memberantas korupsi," tambahnya. 

Birokrasi di Indonesia berada dalam jalur tak pasti. Menurut Mahfud, siapa yang mempunyai uang bisa mengalahkan yang lain dalam melobi birokrasi. 

"Kita harus mengantisipasi kerawanan dari orang-orang kalah. Sekarang, paling kuat Jokowi dan Prabowo untuk jadi capres. Yang lain-lain bisa terjadi perubahan, dan tergantung kesepakatan antar-elite politik," kata dia. 

Untuk itu, jika nantinya terpilih jadi presiden, Mahfud ingin membuat sistem birokrasi yang berbeda. Birokrasi dengan cara mengadopsi kesuksesan negara yang telah berhasil memberantas korupsi. Dia menyebut, hal tersebut terjadi di Afrika Selatan, China, dan Singapura.

"Kami nanti ingin misalnya selesai jadi menteri tidak boleh lagi berpolitik. Yang pernah dirjen di kementerian atau lembaga tak boleh lagi berada di jalur struktural, tapi fungsional sehingga yang tercemar korupsi itu habis," kata dia.

aburizal bakrie bagi-bagi boneka teddy bear

Setelah mengklarifikasi video liburan ke Maladewa bersama dua artis Marcella Zalianty dan Olivia Zalianty, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie membagi-bagikan boneka Teddy Bear.

Boneka yang dibagikan sama persis dengan boneka yang dipeluk Aburizal dalam foto yang beredar beberapa hari terakhir. Bedanya, boneka yang dibagikan memakai kaus bertuliskan logo ARB, nama yang dipakai Aburizal untuk kampanye capres.

Sebelumnya, bersamaan dengan beredarnya video ke Maladewa, juga beredar foto Aburizal Bakrie tengah memeluk boneka Teddy Bear berukuran besar sambil tersenyum. Di foto tersebut dimasukkan insert saat Olivia Zalianty memeluk boneka dengan bentuk yang sama di dalam pesawat pribadi yang mirip dengan pesawat dalam video ke Maladewa.

Aburizal tak mempermasalahkan komentar masyarakat yang melihat foto dia tengah memeluk boneka Teddy Bear. Ia menilai penyebaran video dan foto tersebut adalah upaya untuk melakukan kampanye hitam terhadap dirinya menjelang pemilu.

Dalam jumpa pers di Ruang VIP Borobudur, Bandara Internasional A Yani, Semarang, Minggu (23/3/2014) siang, Ical menjelaskan lebih detail soal foto dan video tersebut. Dia menilai itu adalah hal yang wajar. Bahkan, kepergiannya saat itu diketahui oleh anak dan istrinya.

Saat mengklarifikasi heboh video dan foto tersebut, Ical didampingi istrinya, Tatty Bakrie, anak bungsunya, Ardi Bakrie, dan menantunya, Nia Ramadhani. Sang istri juga sempat menjelaskan bahwa hal biasa Aburizal memeluk boneka Teddy Bear, termasuk memeluk boneka-boneka karakter lainnya.

Heboh video Aburizal bersama dua artis Marcella dan Olivia Zalianty serta Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin berawal dari posting akun DPNews di YouTube pada Kamis (20/3/2014). Saat dikonfirmasi, Ical mengakui mengajak mereka berdua ke Maladewa untuk menunjukkan keberhasilan di sana.

Dalam jumpa pers pada Sabtu (22/3/2014), Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan video tersebut dibuat antara tahun 2010-2011. Marcella dan Olivia diajak ke Maladewa karena prestasinya sebagai panitia kegiatan kepemudaan yang dilakukan ormas di bawah Golkar di Bandung. Azis Syamsuddin adalah ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).(Edwin Firdaus)

anggota polri ditangkap tentara papua nugini

Anggota Polres Keerom, Papua, Briptu MN, ditangkap tentara Papua Nugini (PNG). MN ditangkap di Wutung lalu dibawa ke Vanimo, ibu kota Provinsi Sandaun.

Tentara Papua Nugini mengaku menangkap Briptu MN dengan alasan membawa senjata api saat bertamasya bersama keluarganya ke wilayah negara tetangga itu.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pudjo membenarkan adanya insiden tersebut. Peristiwa ini terjadi Minggu (23/3) sekitar pukul 17.00 WIB.

"Briptu MN bersama keluarga saat itu sedang bertamasya dan saat razia yang dilakukan tentara PNG terhadap para pengunjung diketahui yang bersangkutan membawa senjata api," jelas Kombes Pudjo. 

Saat ini pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Konsul RI di Vanimo dan dipastikan Senin (24/3) Briptu MN akan dipulangkan.

Sedangkan anak beserta istrinya saat ini sudah berada di asrama polisi Keerom.

Konsul RI di Vanimo, ibu kota Provinsi Sandaun yang merupakan salah satu wilayah PNG yang berbatasan dengan RI, Jahar Gultom yang dihubungi Antara melalui telepon selular mengakui, Briptu MN saat ini sudah berada di Konsulat Ri di Vanimo.

"Mudah-mudahan besok, Senin (24/3) Briptu MN sudah bisa dipulangkan," kata Jahar Gultom.
http://www.merdeka.com/peristiwa/anggota-polri-ditangkap-tentara-papua-nugini.html

madrasah tilep bantuan siswa miskin

Madrasah Ma'arif di Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat diduga memotong bantuan siswa miskin (BSM). Tega-teganya bantuan Rp 700.000 per anak dipotong jadi Rp 200.000.

Asisten Bidang Pencegahan Ombudsman Perwakilan Provinsi Sulbar, Muhammad Sukriadi Azis, di Mamuju, Minggu, mengatakan, pihaknya sudan menerima laporan masyarakat jika Madrasah Ma'arif di Kecamatan Limboro Kabupaten Polewali Mandar memotong bantuan BSM.

Dia mengatakan, masyarakat yang menjadi orangtua siswa penerima BSM melaporkan jika mereka menandatangani kwitansi BSM sebesar Rp 700.000. Demikian dikutip antara.

Namun kata dia, setelah menerima amplop bantuan BSM tersebut, mereka hanya menerima uang tunai senilai Rp 200.000, itu artinya telah terjadi pemotongan BSM dari sekolah sebesar Rp 500.000.

Menurut dia, atas kondisi itu maka Ombudsman akan melakukan investigasi kebenaran, adanya dugaan pemotongan BSM tersebut.

"Pelapor mengenai dugaan pemotongan BSM akan dimintai keterangan lebih lanjut, begitu juga pihak madrasah akan dimintai klarifikasi," katanya.

Ia mengatakan, apabila benar berdasarkan bukti telah terjadi pemotongan BSM maka Ombudsman akan menindak kasus tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, agar siswa tidak dirugikan dalam menempuh pendidikan.

Senin, 17 Maret 2014

komunikasi bisnis antar budaya

PENTINGNYA KESADARAN ANTARBUDAYA DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM DUNIA KERJA GLOBAL.


PENDAHULUAN

          Globalisasi telah memberikan efek pada budaya dan perilaku manusia dalam berbagai setting dan konteks. Interaksi manusia dari berbagai belahan dunia saat ini sangatlah mudah dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat. Setiap detik selama 24 jam setiap hari manusia berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain dari berbagai belahan dunia lain melalui media atau pertemuan langsung. Pertemuan antarbudaya semakin mudah dan sering serta semakin banyaknya orang-orang yang bepergian ke negara lain, apakah itu untuk urusan bisnis, pekerjaan, belajar atau liburan.
Pada era global dan era perdagangan bebas ini semakin banyak perusahaan-perusahaan multinasional di berbagai negara, juga perusahaan-perusahaan lokal yang mengembangkan bisnisnya ke negara-negara lain. Konsekuensi adalah semakin banyaknya keberadaan pekerja dan professional asing di suatu negara atau orang bekerja di negara lain. Jumlah tenaga kerja asing di berbagai perusahaan lokal maupun multinasional semakin hari semakin meningkat. Menurut Susumu Yoshida Managing Director Sumitomo Chemical Asia Pte.Ltd (2002),  strategi perusahaan untuk merambah bisnis global bukanlah lagi sebuah pilihan tapi sebuah keharusan untuk dapat terus berlangsung hidup. Perusahaan terus-menerus membutuhkan kapital, sumber daya manusia, jasa, barang-barang dan informasi untuk dapat tetap tumbuh.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2012 jumlah tenaga kerja asing sebanyak 57.329 orang. Jumlah terbanyak berasal dari RRC sebanyak 12.835 orang kemudian disusul oleh Jepang, Korea Selatan, India dan Malaysia. Tenaga kerja asing yang berasal dari luar Asia, sebagian besar berasal dari Australia, USA, Inggris dan Perancis yang masing-masing sekitar 2000 orang. Jumlah ini menurun drastis dibandingkan jumlah pekerja asing pada tahun 2011 yang mencapai 118.000 orang (www.depnakertrans.go.id). Sedangkan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri mencapai 4 juta orang, apakah sebagai pekerja profesional, pelajar, TKI, TKW atau permanent residence.  WNI ini paling banyak berada di Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Korea, AS, Inggris, Jerman dan Australia (www.tribunnews.com).
Tenaga kerja asing yang berada di Indonesia sebagian besar berasal dari perusahaan-perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing).  Ada juga yang bekerja pada perusahaan-perusahaan asing yang mengakuisi atau merger atau berafiliasi dengan perusahaan Indonesia. Keberadaan tenaga kerja asing di perusahaan asing atau perusahaan lokal bukan tanpa persoalan. Konflik antara buruh dengan pengusaha atau manajer asing beberapa kali terjadi. Demo buruh sangat kerap terjadi yang sampai mengakibatkan pull out nya beberapa perusahaan asing dari Indonesia karena merasa tidak aman.
Kecemburuan sosial, kesenjangan gaji dan fasilitas adalah salah satu akar masalah, walaupun awal munculnya konflik terbuka seringkali karena masalah komunikasi antarbudaya. Salah satu contohnya adalah kasus pada PT. Drydock World Graha di Batam. Berdasarkan berita di Kompas.com, konflik bermula dari umpatan seorang supervisor asal India yang mengatakan pekerja Indonesia “stupid”. Umpatan itu spontan menyulut emosi pekerja Indonesia lainnya. Perkelahian pun tak terhindarkan antara pekerja asing berdarah India dengan pekerja Indonesia —yang menurut mereka sudah sering mendapat hinaan serupa. “Kalau topi ini bisa ngomong, dia akan ngomong kalau tiap hari kita ini dimaki-maki bodoh dan sebutan lainnya,” ujar seorang karyawan Indonesia. Dampak dari umpatan ini adalah demonstrasi buruh dan aksi pembakaran terhadap berbagai fasilitas perusahaan. Puluhan tenaga kerja asing terpaksa dievakuasi dari Batam (www.kompas.com).
Konflik antarbudaya tidak bisa dianggap sepele. Bisa jadi berkata dan bertindak kasar merupakan hal biasa di suatu budaya tapi merupakan hal yang luar biasa dan penghinaan di budaya yang lain. Kegagalan komunikasi sehari-hari, kesalahpahaman karena faktor perbedaan bahasa, perbedaan latar belakang budaya, sikap perilaku eksklusif karena merasa ekspatriat dan sikap-sikap lain yang tidak sesuai dengan latar budaya lokal dapat menimbulkan prasangka serta sangat mungkin diakhiri dengan konflik terbuka yang berakibat fatal.
Dalam ranah global sendiri, dunia mengarah menjadi multicultural society, dimana setiap orang bisa saja berasal dari beberapa ras yang berbeda dan hidup pada beberapa konteks budaya (Samovar, Porter, & McDaniel, 2010). Contohnya saja Presiden Barack Obama, ia lahir di Hawaii dimana penduduk asli Hawaii bukanlah orang kulit putih, ayahnya berasal dari Kenya, ibunya dari ras kulit putih, pernah tinggal di Indonesia bersama ayah tiri orang Indonesia, kemudian menetap di Hawaii bersama neneknya yang kulit putih.
Untuk konteks bisnis, banyak perubahan terjadi terutama sejak pesatnya perkembangan teknologi informasi. Transaksi bisnis dapat dilakukan dalam hitungan menit, pertukaran informasi dari berbagai belahan dunia terjadi setiap detik. Profesional dan pengusaha bisa kapan saja melakukan kontak dan melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negara. Sayangnya, kemampuan dan ketrampilan berkomunikasi antarbudaya untuk kelancaran hubungan dan bisnis tidak semua disadari oleh para pelaku bisnis. Ditambah lagi sangat minimnya pelatihan komunikasi antarbudaya untuk mengatasi hambatan-hambatan antarbudaya. Banyak kegagalan transaksi bisnis terjadi hanya karena kegagalan dalam berkomunikasi antarbudaya.
Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi berkomunikasi antarbudaya dan untuk meningkat kesadaran antarbudaya menjadi suatu keharusan bagi perusahaan-perusahaan global maupun lokal. Kurangnya kesadaran antarbudaya dan kurang cakapnya dalam berkomunikasi antarbudaya seringkali menciptakan kesalahpahaman. Kesalahpahaman ini dapat menimbulkan rasa tersinggung dan ketidakpercayaan dari kedua belah pihak. Bahkan kesalahpahaman dapat terjadi hanya karena perbedaan dalam gaya berkomunikasi (Yoshida, 2002).
Melalui tulisan ini, penulis bertujuan menunjukkan pentingnya kesadaran antarbudaya dan kemampuan berkomunikasi antarbudaya dengan efektif di era global ini.


METODOLOGI
            Metode penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka. Data dan informasi diperoleh dari data sekunder yang berasal dari buku-buku dan referensi yang berkaitan dengan tema karya tulis ini. Sumber utama untuk tulisan ini adalah berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan yang tertuang dalam berbagai jurnal dan berbagai textbook Komunikasi Antarbudaya.

PEMBAHASAN

Memahami Keanekaragaman Budaya dan Kesadaran Antarbudaya
            Perbedaan dan keanekaragaman adalah sesuatu yang alamiah. Setiap orang, setiap bangsa memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Walaupun dunia terasa seperti semakin menyempit dan semakin pudar batas-batas negara karena kemajuan teknologi, perbedaan dan keanekaragaman akan tetap ada. Banyak yang berpendapat globalisasi dapat menyeragamkan budaya-budaya yang ada dan tidak perlu lagi terlalu mengkhawatirkan perbedaan-perbedaan budaya yang ada, tapi penulis yakin perbedaan dan keanekaragaman budaya pasti akan tetap ada. Perbedaan dan keanekaragaman justru menambah semaraknya kehidupan serta merupakan kekayaan bangsa.
Siapapun yang berada dalam konteks bisnis internasional, bekerja pada perusahaan asing atau menjadi ekspatriat di suatu negara, ketika berinteraksi dengan orang asing pasti pernah mengalami tatapan mata yang menyiratkan ketidakpahaman, senyuman yang dipaksakan, gumaman komentar dalam bahasa yang tidak jelas akibat tidak dipahaminya kata-kata yang diucapkan. Sebaliknya terkadang tanpa disadari, kita sendiri pernah membuat orang lain bingung dengan bahasa tubuh, ekspresi wajah dan aksen berbicara kita.
Orang-orang dengan budaya yang berbeda memproses informasi dengan cara yang berbeda, menilai perlakuan secara berbeda dan mengukur konsep waktu dan ruang dalam pola yang berbeda pula. Ketidakpekaan atas perbedaan budaya bisa menjelma menjadi masalah bisnis yang serius (Mitchel, 2001).
Satu contoh dikisahkan oleh Mitchel (2001) tentang masalah bisnis yang serius yang dialami oleh Disneyland akibat ketidakpekaan budaya. Setelah sukses membuka Disneyland di Jepang, Disneyland akan membuat taman bermain ini di Perancis. Oleh karena merasa sudah membuat keberhasilan di Jepang – yang memiliki budaya yang sangat berbeda – Disneyland merasa tidak perlu mengubah sistem yang sudah dianggap berhasil untuk disesuaikan dengan orang Eropa. Masalah terjadi sejak awal pembelian lahan 1.950 hektar. Tanah yang dibeli adalah lahan pertanian utama dengan harga di bawah harga pasar. Para keluarga petani Perancis yang telah berabad-abad mengelola tanah tersebut marah dan menentang. Surat kabar Perancis mencela pengusaha Amerika dengan tulisan-tulisan yang penuh kemarahan dan hinaan bahwa Disneyland telah menyepelekan ikatan petani Perancis dengan tanah leluhurnya. Selanjutnya Disneyland semakin menyinggung perasaaan masyarakat Perancis dengan menggunakan pengacara untuk bernegosiasi kontrak-kontrak yang akan dilakukan. Di Perancis, pengacara adalah alat negosiasi terakhir, penggunaan pengacara menunjukkan ketidakpercayaan dan penolakan terhadap cara Perancis,  seharusnya cukup para eksekutif Disneyland saja yang bernegosiasi. Masalah semakin rumit karena ketidakpedulian Disneyland akan kultur Eropa dan norma kerja Perancis. Disneyland menuntut karyawan-karyawannya berpenampilan gaya Amerika, akibatnya staf dan serikat buruh memberontak dan menuntut model pakaian sehari-hari Perancis. Moral kerja merosot. Selain hal-hal di atas, banyak sekali detil-detil budaya yang diabaikan Disneyland di Perancis. Biaya akibat ketidakpekaan perusahaan terhadap budaya menghabiskan uang dan goodwill yang sangat besar.
Ketidakpekaan dan pengabaian detil-detil budaya juga banyak dilakukan oleh para pelaku bisnis dan manajer global. Mereka cenderung menyamaratakan cara dan gaya untuk diterapkan pada budaya yang berbeda. Komentar-komentar seperti “Cara ini berhasil di negara saya, jadi dengan cara ini akan berhasil dimanapun,” “Saya tahu bagaimana menjual / membuat / mengelola bisnis ini dimanapun,” “Produk saya adalah yang terbaik, saya tidak perlu khawatir dengan perbedaan budaya” seringkali terdengar (Beamer dan Varner, 2008).
Sikap menganggap bahwa budaya kita adalah budaya yang terbaik dan budaya-budaya lain seharusnya mengikuti tata cara budaya kita dan dinilai berdasarkan standar budaya kita adalah sikap yang harus dihindari ketika kita berinteraksi dengan orang dari budaya yang berbeda. Sikap ini adalah bentuk dari ethnocentrism negatif (Samovar, Porter dan McDaniel, 2010). Bila kita cenderung bersikap ethnocentrism negatif, akan menghambat keberhasilan dalam berkomunikasi antarbudaya.
Setiap budaya memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri. Lewis (2005) menyatakan “berbeda bahasa, berbeda dunia”. Lewis (2005) menunjukkan beberapa perbedaan unik dari beberapa bangsa, seperti :
“Bagi orang Jerman dan Finlandia, kebenaran adalah kebenaran. Di Jepang dan Inggris, kebenaran yang baik apabila kebenaran itu tidak mengganggu keselarasan. Di Cina tidak ada kebenaran mutlak. Di Italia, kebenaran bisa dirundingkan”.

“Orang Jepang tidak menyukai jabat tangan, tapi lebih menyukai membungkuk ketika menghormat orang lain dan tidak membersihkan hidung di muka umum. Orang Brazil terbiasa untuk tidak antre ketika naik bis, lebih menyukai sepatu warna coklat daripada hitam, dan datang terlambat dua jam pada pesta koktail. Orang Yunani menatap bola mata anda, menganggukkan kepalanya berarti ‘tidak’, dan ada kalanya membanting piring di restoran”.

Yoshida (2002) juga menyampaikan kisah tentang pertemuan bisnis antara delegasi Amerika Serikat dengan pejabat tinggi Jepang. Ia menyebutkan problem yang dihadapinya saat itu adalah “perception gap”. Diceritakannya, setelah delegasi Amerika selesai bertemu dengan pejabat tinggi Jepang, salah satu anggota delegasi bercerita pada seorang teman baiknya yang berkebangsaan Jepang tentang impresinya terhadap pertemuan itu.

“Delegasi Jepang menerima kami dengan sangat baik dan terlihat sangat menyimak apa yang kami katakan. Tapi setelah pertemuan itu, semua anggota delegasi kami menyatakan tidak dapat memahami dengan jelas hal-hal apa saja yang delegasi Jepang ingin lakukan. Kami juga merasakan suasana yang ‘dingin’ selama pertemuan dan akhirnya kami merasakan bahwa orang Jepang lebih sombong daripada sebelumnya”.

Keesokan paginya, surat kabar Tokyo mengutip pernyataan salah satu pejabat tinggi Jepang yang ikut serta dalam pertemuan, “kami sangat menghargai pertemuan yang telah dilakukan, kami berusaha sebagai pendengar yang baik daripada memaksakan pandangan kami pada mereka dan kami merasa delegasi Amerika menghargainya”.
Apa yang salah? Berbeda dengan persepsi delegasi Amerika, orang Jepang menganggap suasana ‘dingin’ yang dirasakan adalah sikap yang tepat dan baik. Dengan mereka diam dan menyimak artinya mereka serius merenungkan setiap permasalahan pada subyek yang sedang dibahas. Lagipula di Jepang terdapat filosofi ‘mereka yang banyak tahu tidak berbicara, dan yang tidak tahu apa-apa banyak berbicara’.
Dari dua peristiwa di atas, menunjukkan sangat pentingnya memahami dan mengenali perbedaan-perbedaan dari setiap budaya. Dengan memahami bahwa keanekaragaman budaya itu sangat luas dan mengagumkan, kita akan lebih terbuka menerima perbedaan yang ada dan membuka diri untuk mempelajari perbedaan-perbedaan yang ada. Konsep dan pemahaman tentang waktu, ruang, kehidupan setelah mati, alam dan realitas yang dimiliki masyarakat yang berlainan latar belakang budaya, sedikit banyak akan berdampak pada proses dan keberhasilan kita berkomunikasi dan berbisnis internasional.

Mengenali Budaya Lain

Budaya didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan, pengalaman, keyakinan/kepercayaan, nilai-nilai, sikap, makna, hierarki, agama, konsepsi waktu, peran, jarak, hubungan, konsep-konsep umum, obyek material dan milik dari sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi melalui individu dan kelompok (Samovar, Porter dan McDaniel, 2009)
Selanjutnya, Samovar, Porter dan McDaniel (2009) menyatakan, agar budaya dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, individu dan kelompok budaya harus mengkomunikasikan setiap aspek dari budaya. Oleh karena itu budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan dan menjalin suatu ikatan yang kuat. Budaya menentukan bagaimana cara kita berbicara, apa yang dibicarakan, kepada siapa pesan disampaikan, dalam kondisi yang bagaimana pesan disampaikan dan diterima, bagaimana pesan diinterpretasikan. Budaya sebagai dasar untuk berkomunikasi dan ketika budaya beraneka ragam maka cara berkomunikasi pun beraneka ragam.
Pakar budaya mengklasifikasikan  budaya-budaya dari berbagai bangsa/negara. Pakar-pakar tersebut antara lain Gudykunts-Kim,  Edward T. Hall-Mildred R. Hall dan Geert Hofstede. Klasifikasi yang dibuat oleh Edward T. Hall tertuang dalam 3 buku klasiknya yang masih relevan dan selalu dikutip oleh pakar-pakar komunikasi antarbudaya lainnya sampai saat ini. Buku-buku tersebut berjudul  Dance of Life:The Other Dimensions of Time (1984), Hidden Differences (1990) dan Understanding Cultural Differences (1990). Ketiga buku ini menjelaskan dan mengklasifikasi budaya-budaya di dunia berdasarkan konsep waktu dan konteks budaya. Gudykunts-Kim membuat klasifikasi individualistic dan collectivistic culture, sedangkan Geert Hofstede  mengidentifikasi dimensi-dimensi nilai dan mengukur derajat dimensi nilai tersebut pada lebih dari 50 negara di seluruh dunia. Hasil penelitiannya ini dituangkan dalam bukuCultures and Organizations (Hofstede dan Hofstede, 2005).
Hall dan Hall (1990) mengkategorikan berbagai kebudayaan mulai dari low-context cultures(LCC) sampai pada high-context culture (HCC). Pada high-context culture sebagian besar informasi dituangkan dalam konteks fisik atau diinternalisasikan di dalam orang-orang yang berinteraksi. Sangat sedikit informasi berupa pesan-pesan verbal dan lebih ahli dalam membaca lingkungan dan perilaku non-verbal. Orang-orang high-context culture mengharapkan orang lain dapat memahami komunikasi non-verbalnya. Jepang, Cina, Indonesia dan negara-negara Asia lainnya merupakan high-context culture.
“Perception gap” yang terjadi pada kisah Susumu Yoshida di halaman sebelumnya, dikarenakan delegasi Jepang berasal dari HCC yang mengharapkan delegasi Amerika dapat memahami pesan non-verbal ‘dingin’ dan ‘bungkam’ nya sebagai bentuk penghargaan terhadap pendapat dan pemikiran delegasi Amerika. Sedangkan delegasi Amerika berasal dari LCC.
Pada low-context culture sebagian besar informasi berupa pesan-pesan verbal. Pesan verbal sangat penting karena masyarakat LCC cenderung tidak belajar bagaimana memperoleh informasi dari lingkungan. Ketidaksetujuan dan perbedaan pendapat harus diungkapkan secara verbal karena masyarakat LCC sulit untuk memahami pesan non-verbal. Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Eropa Barat lainnya adalah low-context culture.
Selain mengkategorikan berbagai budaya menjadi LCC dan HCC, Hall dan Hall (1984, 1990) mengkategorikan waktu menjadi monochronic time (M-time) dan polychronic time (P-time). Hall mencirikan orang-orang monochronic time dan polychromic time, akan tetapi mereka meminta pencirian ini jangan diaplikasikan ke semua budaya, hanya untuk menolong menemukan pola.
Ciri orang M-time antara lain: berasal dari LCC, melakukan satu hal pada satu waktu dan sangat berkonsentrasi pada satu pekerjaan, menggunakan waktu berdasarkan komitmen (jadwal,dateline), membutuhkan informasi yang lengkap dan mendetil, terikat pada pekerjaan, ketat mengikuti rencana, sangat menghargai privacy.
Sedangkan orang-orang P-time bercirikan: berasal dari HCC, melakukan berbagai hal pada satu waktu sehingga hal dilakukan seringkali terinterupsi, terikat pada orang dan hubungan antar manusia, mudah dan seringkali berubah rencana, memiliki hubungan erat dengan keluarga dan teman.
Gudykunts dan Kim (2003) menyatakan bahwa negara-negara di Asia, Amerika Selatan termasuk ke dalam budaya kolektif, dimana kebersamaan dan ikatan keluarga dan kelompok sangat penting. Sedangkan negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Utara, masyarakatnya termasuk ke dalam budaya indivialistik.
Hofstede dan Hofstede (2005) melakukan survey pada karyawan IBM di semua perwakilannya di 74 negara untuk mengidentifikasi perbedaan sistem nilai di setiap negara (national values). Nilai-nilai yang diukur meliputi 4 dimensi, yaitu:
  1. Power Distance, berhubungan dengan social inequality termasuk hubungan dengan otoritas. Derajat yang dinilai dari kecil sampai besar. Semakin tinggi skor sebuah negara, semakin besar jarak kekuasaan di masyarakatnya.
  2. Collectivism versus individualism, berhubungan dengan konsep diri, hubungan yang terjalin antar individu dan individu dengan kelompok/masyarakat. Semakin tinggi skor sebuah negara, semakin individualistik masyarakat negara tersebut.
  3. Femininity versus masculinity, implikasi sosial dan emosional terlahir sebagai laki-laki atau perempuan. Semakin tinggi skor sebuah negara, semakin maskulin masyarakat negara tersebut.
  4. Uncertainty avoidance, cara-cara menghadapi ketidakpastian dan ambiguitas yang terwujud pada ekspresi emosi dan kontrol terhadap agresi. Derajat yang dinilai dari lemah sampai kuat. Semakin tinggi skor sebuah negara, semakin tinggi tingkat kecemasan dan semakin tidak bisa menerima ketidakpastian.
Di bawah ini adalah tabel keempat dimensi nilai hasil penelitian Hofstede. Dari keseluruhan 74 negara yang diteliti Hofstede, penulis hanya memilih negara-negara yang warga negaranya paling banyak bekerja di Indonesia dan negara-negara dimana banyak warga negara Indonesia bekerja dan tinggal di sana.
Pada negara yang menunjukkan skor power distance yang tinggi seperti Malaysia, jarak status dan kekuasaan atasan dan bawahan tinggi. Kekuasaan tersentralisasi dan dipegang oleh sedikit orang dengan struktur piramida hierarki yang tinggi. Bawahan harus selalu patuh pada perintah atasan dan atasan sangat dihormati. Atasan memperoleh berbagai fasilitas dan keistimewaan serta terdapat perbedaan gaji yang tinggi antara atasan bawahan. Sebaliknya negara yang menunjukkan skor power distance yang rendah seperti Jerman, hubungan atasan bawahan cenderung sederajat, sistem hierarki hanya untuk perbedaan peran/tugas. Organisasi cenderung desentralisasi dengan struktur piramida hierarki yang pendek. Atasan yang dihormati adalah atasan yang demokratis.
Masyarakat pada negara yang menunjukkan skor tinggi pada dimensi individualisticmenunjukkan karakteristik masyarakat low-context culture, berorientasi dan berpikir “saya” bukan “kami”, independen, menjunjung tinggi privacy dan kepemilikan individu, media sebagai sumber informasi utama, berkepribadian lebih extrovert dan didukung untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Sebaliknya masyarakat di negara collectivistic sangat berorientasi “kami”, sangat tergantung pada keluarga besar dan kelompoknya, harmoni diutamakan dan menghindari konfrontasi langsung, berbagi dengan keluarga atas sumber daya yang dimiliki,high-context culture, sangat menjaga nama baik keluarga dan kelompok, jaringan sosial adalah sumber informasi utama dan terpercaya, berkepribadian cenderung introvert.

komunikasi bisnis negosiasi

Komunikasi Bisnis Negosiasi.

Abstrak
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan tercapai kesepahaman bersama, sedang-kan negosiasi adalah suatu kegiatan yang terencana apa yang harus dicapai, bagaimana, dan dengan pengorbanan apa ?
Kata Kunci: Komunikasi, negosiasi
Pendahuluan
Dalam lingkup dunia bisnis yang semakin mendunia tuntutan untuk sukses semakin konpleks dengan adanya bermacam-macam kultur yang harus bekerjasama. Beda kebiasaan saja sudah menjadi perten-tangan, misalnya budaya barat berbi-cara sambil kakinya diletakkan diatas meja sudah biasa, di Indonesia hal ini sangat tabu dan tidak sopan. Orang India bila mengatakan tidak mengang-guk dan menggelengkan bila ya. Untuk itu peranan komunikasi dalam meme-nangkan peperangan terlihat sangat penting. Hal yang sama berlaku dalam dunia bisnis, kesalahan dalam mela-kukan negosiasi sering membawa akibat fatal.
Masa depan perusahaan, yang sudah dibangun bertahun-tahun bisa hancur dan beratakan, hanya gagal dalam melakukan negosiasi dengan pihak lain.
 
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisa dokumen dan wawancara.
Metode kualitatif ini digunakan kerana beberapa pertimbangan. Per-tama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, meto-de ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara pengkaji dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman penga-ruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Mengikuti Neuman, penyeli-dikan kualitatif melibatkan pendoku-mentasian peristiswa yang sesung-guhnya, merekam apa yang dinyatakan oleh responden dengan kata-kata, nada suara maupun isyarat, mengamati perilaku yang spesifik, mempelajari dokumen-dokumen tertulis atau mengamati visual images. Sebagai con-toh para pengkaji kualitatif mengambil secara cermat foto-foto atau video tape dari orang-orang atau peristiwa-peristiwa. (Ball and Smith, 1992; Harper, 1994).
Bogdan dan Taylor (1975), mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosudure penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Lebih lanjut dia katakan, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengi-solasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Kirk dan Miler (1986) bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergan-tung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhu-bungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya.
Komunikasi Bahasa Simbol, Lambang-Lambang, Fakta dan Opini
Komunikasi diartikan sebagai kegiatan penyampaiaan pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan tertentu. Pesan dapat disampaikan dalam bentuk: Lisan, tulisan, audio visual, ataupun gabu-ngan ketiga-tiganya.
Dalam kegiatan komunikasi yang sangat perlu diperhatikan pola komunikasi sangat menentukan pili-han kata yang dipergunakan. Bagi organisasi/lembaga DPR yang hubu-ngan cukup formal, maka bahasa yang dipilih lugas dan eksplisit.
Komunikasi lain adalah komu-nikasi yang berlangsung dalam bahasa simbol dan kata-katanya memiliki makna ganda. Di situ hanya orang-orang tertentu saja bisa mengerti atas pilihan kata-kata atau idiom yang digu-nakan.
Dalam berkomunikasi sering terganggu oleh percampuradukan antara fakta dan opini. Opini adalah hasil pengintergrasian pendapat berdsarkan diskusi yang dilakukan di dalam masyarakat demokratis (Emory Bogardus).
Seseorang mengatakan Ibu Kota Negara R.I adalah Banten, ini bukan opini, tetapi jelas jawaban yang salah dan ini adalah fakta.
Komunikasi Teknik Negosiasi
Sebagai mana kita sering mendengar negosiasi diartikan sebagai proses yang melibatkan upaya sese-orang untuk merubah atau tidak merubah sikap dan perilaku orang lain. Sedangkan pengertian yang lebih terinci menunjukkan bahwa negosiasi merupakan proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut kepen-tingan timabal balik dari pihak-pihak dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang ber-beda satu sama lain. Negosiasi, baik yang dilakukan oleh seorang pribadi dengan pribadi lainnya, maupun negosiasi antara kelompok dengan kelompok (atau antar pemerintah), senantiasa melibatkan pihak-pihak yang memiliki latar belakang berbeda dalam hal wawasan, cara berpikir, corak perasaan, sikap dan pola perilaku, serta kepentingan dan nilai-nilai yang dianut. Pada hakikatnya negosiasi perlu dilihat dari konteks antar budaya dari pihak yang mela-kukan negosiasi, dalam artian perlu komunikasi lisan, kesedian untuk memahami latar belakng, pola pemi-kiran, dan karakteristik masing-masing, serta kemudian berusaha untuk saling menyesuaikan diri.
Agar dalam berkomunikasi lebih efektif dan mengena sasaran dalam negosiasi bisnis harus dilak-sanakan dengan melalui beberapa tahap yakni:
1.   Fact-finding, mencari/mengumpulkan fakta-fakta.data yang berhubungan dengan kegiatan bisnis lawan sebe-lum melakukan negosiasi.
2.   Planning / rencana, sebelum berne-gosiasi/berbicara susunlah dalam garis besar pesan yang hendak disampaikan. Berdasarkan kerangka topik yang hendak dibicarakan rincilah hasil yang diharapkan akan teraih. Berdasarkan pengenalan anda terhadap lawan tersebut, per-kirakan/bayangkan kemung-kinan reaksi penerima pesan/lawan berbicara terhadap apa yang anda katakan.
3.     Penyampaian, lakukan negosiasi/ sampaikan pesan dalam bahasa lawan/sipenerima. Usahakan gunakan istilah khas yang bisa dipakai oleh lawan negosiasi kita. Pilihlah kata-kata yang mencer-minkan citra yang spesifik dan nyata. Hindari timbulnya makna ganda terhadap kata yang disam-paikan.
4.      Umpan balik, negosiator harus menguasai bahasa tubuh pihak lawan. Dengarkan baik-baik reaksi lawan bicara. Amati isyarat prilaku mereka seperti: angkat bahu, geleng–geleng kepala, mencibir, mengaggguk setuju. Umpan balik dapat untuk mengetahui samakah makna yang disampaikan dengan yang ditangkap lawan negosiasi bisnis kita.
5.      Evaluasi, perlu untuk menilai apakah tujuan berkomunikasi/ negosiasi sudah tercapai, apakah perlu diadakan lagi, atau perlu menggunakan cara-cara untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Meskipun pesan yang disam-paikan dapat diterima dengan baik, bukan berarti hasil yang diharapkan akan diperoleh sesuai dengan yang direncanakan semula. Yang sering terjadi justeru perbedaan pandangan terhadap cara penyelesaian masalah antara pemberi dan penerima pesan. Sehingga diperlukan pembicaraan lebih lanjut, yang memerlukan perjua-ngan tersendiri bagi pengirim pesan dalam menyampaikan dan memenang-kan pendapatnya.
Kalau terjadi adu pendapat antara negosiator dengan pihak lawan maka timbul dorongan untuk menang. Keinginan untuk menang disatu sisi dengan mengabaikan kekalahan dipi-hak lainnya, biasanya sulit tercapai. Untuk itu digunakan strategi menang-menang. Artinya ada sebagian keinginan kita yang dikorbankan dengan mengharapkan pihak lawan juga akan mengorbankan hal yang sama, sehing-ga kesepakatan diantara kedua belah pihak dapat tercapai.
Disini penulis memberi ilustrasi komunikasi dalam bisnis dengan mengambil kasus negosiasi dengan orang Jepang. Kontak permulaan merupakan fase yang sangat penting guna membangun hubungan personal yang berkelanjutan. Kontak permulaan lewat korespodensi, faksimile atau telepon dianggap sebagai cara yang kurang efektif atau tepat. Kebanyakan perusahaan Jepang menanggapi dengan lamban, bahkan seringkali tanpa respon. Hal ini terjadai pertama kerana hambatan bahasa dan komu-nikasi terutama untuk perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang tidak terbiasa membuat kontak lang-sung dengan perusahaan asing. Kedua, surat menyurat tidak memberi infor-masi yang cukup. Tanpa informasi yang cukup, kontak dagang sulit dilakukan dan negosiasi mengalami kegagalan. Hal kecil yang tidak bisa disepelekan dalam kontak permulaan adalah kebiasaan menukar kartu nama. Orang Jepang sangat sulit menghapal ejaan asing, kerana itu kartu nama merupakan arsip penting yang selalu disimpan dengan cermat. Tanpa kartu nama orang Jepang akan sulit meng-hubungi calon rekannya. Orang Jepang dalam negosiasi tidak langsung pada persoalan. Selalu diawali dengan soal-soal yang tidak relevansinya dengan bisnis. Misalnya, membica-rakan lukisan yang tergantung di tembok, atau berbasa-basi tentang urusan keluarga. Orang Jepang selalu mengatakan ya segala hal yang dikemukakan lawan bicaranya. Tetapi jangan salah mengerti, ya bukan berarti iya saya setuju untuk transaksi, melainkan ya saya faham apa yang anda sampaikan.
Apa yang dilukiskan di atas dengan contoh kasus pada masyarakat Jepang bukan hanya termasuk bagian komunikasi lisan, tetapi sudah meru-pakan bagian utama dari teknik nego-siasi bisnis.
Kesimpulan
Negosiasi terjadi apabila dian-tara pihak-pihak yang secara terbuka bersedia mengemukakan gagasan-gagasannya. Tidak tertutup kemung-kinan bahwa masing-masing pihak yang melakukan negosiasi memiliki Hidden Agenda. Yang dimaksud dengan Hidden Agenda adalah gagasan tersembunyi atau niat terselubung yang diungkapkan secara eksplisit dalam negosiasi akan tetapi meru-pakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan. Adanya hidden agenda pada umumnya dapat dikenali kerana sifatnya yang menghambat proses negosiasi, sehingga proses kearah kesepakatan sangat sulit atau bahkan hampir tidak pernah tercapai.
Bila diduga bahwa proses negosiasi terhambat kerana adanya hiden agenda dari salah satu maupun kedua belah pihak, lobying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga proses negosiasi dapat dimulai kembali dari gagasan-gagasan yang lebih terbuka.
Daftar Pustaka
Oemi Abd Rachman,”Dasar-dasar Public Relations”, Alumni, Bandung, 1986.
Bernays, Edward L, “Public Relations”, University of Oklahoma Press, Norman, 1982.
Burhan Bugin, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Bastaman, ”Makalah Untuk Kursus Pendidikan Diplomat”, Deplu R.I, Jakarta, 1987.
Lexy J. Moleong,”Metodologi Penelitian Kualitatif”, Remaja RosdaKarya, Bandung, 2001.